Kamis, 16 Agustus 2018 | 08:49
Angka Kematian Bayi (AKB) merupakan salah satu indikator utama dalam pembangunan manusia, sehingga harus menjadi perhatian utama dalam upaya penurunan jumlah kejadian pada setiap tahun. Berdasarkan hasil SDKI tahun 2012 diketahui bahwa Angka Kematian Bayi (AKB) di Provinsi Sumatera Barat masih tinggi yaitu 27 per 1.000 Kelahiran Hidup. Selanjutnya berdasarkan data Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Barat, pencapaian AKB pada tahun 2013 masih sebesar 27 per 1000 kelahiran, sedangkan target yang harus dicapai pada tahun 2015 adalah sebesar 23 per 1000 kelahiran hidup.
Permasalahan kematian bayi tidak terlepas dari faktor-faktor sosial budaya dan lingkungan masyarakat dimana mereka berada, seperti tingkat pendidikan penduduk yang masih relatif rendah, tingkat kepercayaan masyarakat terhadap pelayanan kesehatan dan petugas kesehatan yang masih rendah dan jauhnya lokasi tempat pelayanan kesehatan dari rumah-rumah penduduk. Kematian bayi juga disebabkan oleh faktor perilaku yang bersifat budaya yang dipengaruhi oleh perilaku ibu itu sendiri, karena kondisi kesehatan bayi sangat tergantung pada tindakan atau upaya yang dilakukan selama kehamilan dan kondisi kesehatan ibu.
Dalam upaya penurunan kematian bayi di Provinsi Sumatera Barat, pada tahun 2015 Bidang Litbang Bappeda Provinsi Sumatera Barat melalui kegiatan Pengembangan Kapasitas Peneliti telah melaksanakan Fokus Group Diskusi (FGD) dalam rangka pengumpulan data/informasi untuk menunjang pelaksanaan penelitian dengan judul “Pengembangan Strategi Dalam Upaya Penurunan Kematian Pada Bayi Berbasis Sosial Budaya Lokal di Provinsi Sumatera Barat.” dilaksanakan oleh fungsional peneliti Bappeda Provinsi Sumatera Barat yakni Dra. Yulfira Media, M.Si di beberapa kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Barat, yang dilaksanakan di Dinas Kesehatan beberapa kabupaten, yakni Kabupaten 50 Kota, Kabupaten Solok, Kab.Tanah Datar dan Kab. Pesisir Selatan.
Pelaksanaan FGD dihadiri oleh Kepala/Sekretaris Dinas kesehatan dari masing-masing kabupaten dengan peserta FGD terdiri dari Kabid/Kasi dan penanggungjawab program yang terkait dalam upaya penurunan kematian bayi, Kepala Puskesmas/pemegang program, Ikatan Bidan Indonesia (IBI) tingkat kabupaten, Ketua PKK Kabupaten dan Kecamatan (terutama kecamatan dengan kasus kematian bayi yang tinggi) dan Tokoh masyarakat.
Berdasarkan hasil FGD yang telah dilaksanakan diketahui bahwa faktor-faktor yang melatarbelakangi tingginya kematian bayi terkait dengan faktor sosial budaya, pelayanan kesehatan (sumber daya kesehatan) dan kondisi sosial ekonomi (kemiskinan).
Sebagian besar penyebab kematian bayi adalah karena kasus Berat Bayi Lahir Rendah (BBLR) dan prematur, dan ini dilatarbelakangi kebiasaan dan tindakan yang dilakukan masyarakat, baik sebelum kehamilan maupun selama kehamilan, seperti tindakan dalam pemeriksaan dan perawatan kehamilan yang tidak sesuai dengan standar kesehatan, pola makan ibu sebelum menikah dan selama kehamilan yang dianggap kurang memenuhi persyaratan kesehatan. Kalau dilihat dari segi pendidikan sebagian ibu yang mempunyai kasus kematian tersebut berada pada kelompok usia muda yang berpendidikan SMP dan SMA, dan sebagian merupakan kehamilan di luar pernikahan.
Ditinjau dari faktor pelayanan kesehatan dapat dikatakan bahwa secara kuantitas dan kualitas sumber daya tenaga kesehatan yang tersedia masih relatif terbatas seperti tenaga bidan desa yang masih kurang. Secara kualitas, sebagian tenaga kesehatan masih belum baik, kompetensi mereka sebagai tenaga bidan masih relatif kurang, terutama bidan-bidan yang muda. Dari beberapa kasus kematian bayi ditenggarai adanya perilaku sebagian tenaga kesehatan yang cenderung menahan-nahan pasien.
Kondisi ekonomi yang relatif rendah dan tidak mempunyai jaminan kesehatan, menyebabkan masyarakat lebih memilih minta bantuan tenaga penolong persalinan melalui dukun beranak, khususnya pada daerah-daerah yang terisolir dan kesulitan untuk mengakses pelayanan kesehatan.
Upaya-upaya yang sudah dilaksanakan dalam penurunan kematian bayi seperti pemeriksaan kehamilan (K1) dan kunjungan pemeriksaan yang lengkap sesuai dengan standar kesehatan, yaitu minimal 4 kali (K4), melaksanakan kelas ibu hamil, melakukan persalinan dengan tenaga kesehatan, melakukan kunjungan neonatal, melakukan imunisasi dan pemberian ASI eksklusif.
Hambatan pelaksanaan program yang terkait dengan upaya penurunan kematian bayi seperti faktor perilaku masyarakat, faktor jumlah sumber daya tenaga kesehatan yang masih relatif kurang serta kualitas yang relatif terbatas. Jika ditinjau dari kompetensi bidan desa, sebagian bidan desa kompetensinya masih relatif kurang. Hal ini terlihat dari sebagian bidan desa khususnya bidan-bidan muda yang baru lulus dan belum berpengalaman serta belum melaksanakan ANC terpadu, sehingga ANC kurang berkualitas.
Data dan informasi yang diperoleh dari pelaksanaan FGD tersebut dimanfaatkan untuk penyusunan strategi dalam upaya penurunan kematian pada bayi berbasis sosial budaya lokal. Nantinya hasil kajian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan bagi pengambil kebijakan dalam merencanakan pembangunan daerah bidang kesehatan, khususnya dalam upaya penurunan kematian bayi di Provinsi Sumatera Barat.
Kunjungan LPSE Kab. Kotabaru ke LPSE Sumbar
Rapat Koordinasi Aksi Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi (PPK) LPSE se Sumbar.